French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Menyusup Kontra Intelegen Terorisme mengatasi "Oknum" Jamaah Islamiah


Wacana...ya ini hanya sebuah bentuk aplaus buat aparat DENSUS 88 yang gemilang dalam melaksanakan tugas negara yakni memerangi segala bentuk Terorisme yang sudah mengganggu/mengusik ketenangan rakyat hati nurani insan Islam di Indonesia.

 Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengkounter terorisme di JI yaitu dengan mencari seorang petugas Intel yang mumpuni dalam pekerjaannya yaitu menyusup digaris dalam sarang musuh itu.

Seorang petugas Intel harus selalu sabar dan mendengar segala aktivitas kegiatan didalam operasi yang ia lakukan dan jangan proaktif/berlebihan sehingga ia mudah dikenali oleh sasarannya. Dia mampu mengejawantahkan melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi intelijen.
Sebaiknya petugas Intel juga memahami hukum, menguasai pemahaman Islam dengan baik, ahli dalam peralatan persenjataan, psikologi human, mempunyai ilmu terapan seperti Teknik Kimia, Fisika, Elektronik, Kedokteran. Dan juga mempunyai pekerjaan sampingan seperti Sales atau Penjual Voucher jangan sekali-kali wartawan atau PNS.

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang petugas intel garis besarnya sbb:

1. Aktif, pro-aktif bahkan dalam posisi menyerang target dalam hal ini lingkungan Tempat JI berada. Dalam sejarah dunia intelijen, tidak ada operasi kontra intelijen pasif/bertahan yang berhasil sukses.
Karena operasi kontra intelijen beroperasi di dalam wilayah hukum dan kedaulatan negara sendiri, maka harus menggunakan seluruh kekuatan yang ada dalam melindungi informasi dan kepentingan nasional Indonesia.


2. Bersikap profesional. Meskipun kontra intelijen beroperasi di dalam negeri, namun hal ini jangan meremehkan kemampuan lawan yang pastinya merupakan umat intel JI terbaik yang terlatih sehingga metodologinya juga akan sangat canggih baik dari sisi teknis operasi maupun teknologi pendukungnya. Oleh karena itu, setiap operator kontra intelijen harus profesional dan tidak lengah terhadap trik dan tipuan operasi lawan.

3. Menguasai wilayah operasi, karena kita bermain di kandang sendiri dalam hal ini lingkungan JI tentunya penguasaaan wilayah dan pemahaman Agama Islam secara logika akan lebih baik dari pada aparatur lain yang beroperasi disekitar operasi. Karena itu, jangan malas belajar dan jangan pelit dalam membiayai proses penguasaan wilayah di Nusantara. Hal ini wajib hukumnya bagi unit kontra intelijen.

4. Memahami sejarah pola-pola operasi intel JI di Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai pembanding dalam menentukan taktik dan strategi kontra intelijen. Tentunya juga harus terus diupdate dengan perkembangan zaman.

5. Padukan antara pengalaman operasi dan analisa. Seringkali petugas lapangan mengabaikan proses analisa dan terjebak dalam situasi lapangan sehingga dapat terkecoh oleh umpan-umpan pengawal Jamaah Islamiah. Oleh karena itu, dalam setiap operasi kontra intelijen, perlu ada waktu sejenak melakukan analisa terhadap operasi yang berlangsung sehingga efektifitas operasi akan dapat dicapai.

6. Kerjasama erat antar instansi keamanan. Pada level pimpinan perlu dibangun kesamaan pandangan dalam melindungi operasi kontra intelijen. Sehingga tidak terjadi saling potong antar operator kontra intelijen, misalnya antara BIN, BAIS, Polisi. Apabila terjadi kecelakaan operasi, tentunya harus segera diselesaikan tanpa mengedepankan korps masing-masing, melainkan mengutamakan kepentingan nasional. Dalam pengamatan saya, tampak bahwa ini merupakan salah satu kelemahan utama di Indonesia sehingga operasi-operasi yang bertujuan sama seringkali bertabrakan karena kepentingan unit masing-masing. Bekerjasamalah dan saling menghormatilah !

Perlu dipikirkan juga langkah-langkah evakuasi bila terjadi hal-hal darurat, berupa bakup dari aparat intel lain yang berada diluar, sasaran persembunyian sampai dengan cadangan rencana plan A,B atau C, metode bertahan serta penghancuran self dekontruksi supaya tidak terdeteksi. Dan segera dikontak komando lapangan agar daerah tersebut dijadikan Kondisi Teritorial Darurat Temporary sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat tanpa berlawanan dengan HAM dan hukum.
Dan jika semua yang diatas tersebut belum ada juga yang mampu mengisi saya juga mau he..he.


Cikal Bakal Intel di Indonesia
Paska kemerdekaan, Agustus 1945 Pemerintah Indonesia mendirikan badan intelijen republik yang pertama, yang dinamakan Badan Istemewa. Kolonel Zulkifli Lubis kembali memimpin lembaga itu bersama sekitar 40 mantan tentara Peta yang menjadi penyelidik militer khusus.

Setelah memasuki masa pelatihan khusus intelijen di daerah Ambarawa, awal Mei 1946 sekitar 30 pemuda lulusannya menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani). Lembaga ini menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.

Juli 1946, Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi. Alhasil 30 April 1947 seluruh badan intelijen digabung di bawah Menhan, termasuk Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.

Di awal tahun 1952, Kepala Staf Angkatan Perang, T.B. Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Tahun itu Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency Amerika Serikat (CIA) untuk melatih calon-calon intel profesional Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.

Akibat persaingan di tubuh militer, sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan Kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional. Maka 5 Desember 1958 Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dengan Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala.
Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi Komunis dan non-Komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.

Intel Orde Baru Setelah gonjang-ganjing tahun 1965, Soeharto mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berikutnya di seluruh daerah (Komando Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI).

Kemudian 22 Agustus 1966 Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dengan Brigjen. Yoga Sugomo sebagai kepala yang langsung bertanggung jawab kepadanya.
Sebagai lembaga intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsus) di bawah Letkol. Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.

Kurang dari setahun, 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Mayjen. Soedirgo merupakan Kepala Bakin pertama.

Pada masa Mayjen. Sutopo Juwono, Bakin memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS.

Sebenarnya di awal 1965 Nicklany menciptakan unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) POM. Secara resmi, Den Pintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) Bakin dan di era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.

Mulai tahun 1970 terjadi reorganisasi Bakin dengan tambahan Deputi III pos Opsus di bawah Brigjen. Ali Moertopo. Sebagai inner circle Soeharto, Opsus dipandang paling prestisius di Bakin, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat dan kelahiran mesin politik Golongan Karya (Golkar) sampai masalah Indocina.

Tahun 1983, sebagai Wakil Kepala BAKIN, L.B. Moerdani memperluas kegiatan intelijen menjadi Badan Intelijen Strategis (Bais). Selanjutnya Bakin tinggal menjadi sebuah direktorat kontra-subversi dari Orde Baru.
Setelah mencopot L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), tahun 1993 Soeharto mengurangi mandat Bais dan mengganti nama menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA).

Tahun 2000 Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengubah Bakin menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang. (Sumber Wikipedia)

Comments :

2 comments to “Menyusup Kontra Intelegen Terorisme mengatasi "Oknum" Jamaah Islamiah”
Anonim mengatakan...
on 

Wah wah terorisme ya pak. hajar aja dech

Anonim mengatakan...
on 

Selamat buat Kesatuan Antiteroris Densus semoga TNI bisa ikut membantu juga. Aris

Posting Komentar

Sarankan dengan bijak dan sopan maka kami akan menghargai anda.

-^- Kembali keatas -^-

 

KOMPAS.com

Foto Saya
RIZANET
Indonesia
Untuk Koleksi Pribadi agar mudah mencari artikel saya
Lihat profil lengkapku

ANTARA - Berita Terkini

PAPA...PERSIAPKANLAH MASA DEPAN ANAK KITA KARENA DIA AKAN HIDUP DIMASANYA BUKAN LAGI DIWAKTU KITA... ANAK ADALAH TITIPAN TUHAN JADI BUKAN KOMODITI DIHARI TUA KITA... BERILAH SELALU KASIH SAYANG KEPADA ANAK KITA KARENA ESOK DIA AKAN PENUH CINTA KEPADA SESAMANYA...MAMA RATU ERLINA DAN ELVIRA